DongengKegiatan

Legenda Petualangan Sa’bolong

Spread the love


Dahulu kala di kampung yang bernama Balepe’, hiduplah seorang bernama Paturanan. Paturanan ini hidup sebagai petani kebun.

Suatu hari ketika Paturanan sedang sibuk membersihkan lahan perkebunannya, tiba-tiba datanglah seekor burung Elang dan bertengger di atas Pohon. Elang tersebut membawa pesan kepada Paturanan. Katanya dari atas pohon, “hai Paturanan, istrimu akan melahirkan namun setelah anak itu dewasa, ia akan mati.” Kaget mendengar kabar itu, maka bergegaslah Paturanan pulang ke rumah dan mendapati istrinya sedang bersalin.

Ketika anak yang dilahirkan itu sudah layak diberi nama, maka Paturanan memberi dia nama Sa’bolong. Saat Sa’bolong menjelang dewasa, ayahnya menyuruhnya pergi ke mana pun ia mau. Pikir ayahnya melihatnya sudah besar, dirinya tidak sanggup melihat kematian anaknya seperti pesan burung elang sebelum dia lahir.

Sungguh ayahnya menyuruhnya pergi dengan memberi bekal satu ekor Kerbau dan satu ekor Ayam. Hari itu juga pamitlah Sa’bolong kepada ayahnya dan berjalan memulai petualangannya. Ia berjalan ke bagian selatan.

Sesampainya di kampung bernama Mappa’, ia mendapati seseorang bernama Lautang sudah membusuk di atas rumah. Orang tersebut telah lama meninggal dunia. Namun karena mendiang punya hutang kerbau terhadap seseorang di Mappa’ maka orang tersebut tidak dapat dikubur. Tak seorang pun bersedia membayarkan hutangnya.

Setelah Sa’bolong tahu bahwa orang tersebut tidak dapat dikubur lantaran berhutang satu ekor kerbau, maka Sa’bolong memberikan kerbau tersebut. Jadilah org yg bernama Lautang itu dikubur karena Sa’bolong telah bermurah hati membayar hutangnya.

Upacara mendiang Lautangpun selesai, Sa’bolong berniat melanjutkan perjalanannya. Namun tiba-tiba peristiwa
aneh terjadi. Arwah (bombo) dari Lautang mengikuti Sa’bolong ke mana pun ia pergi.

Sa’bolong kembali berkelana. Kali ini ia tiba di kampung bernama Sandangan. Sa’bolong menemukan seekor Kucing (Meong) yang telah mati. Sa’bolong melepaskan sarungnya dan membungkusnya lalu menguburkannya. Ia memberikan tanda pada kuburan tersebut dengan menancapkan batu prasasti mirip Simbuang.

Sa’bolong menenggerkan ayamnya di atas prasasti itu lalu terbang bersamanya ke sebuah kampung bernama Bamba. Sungguh, peristiwa aneh terjadi kembali . Kali ini arwah (bombo) dari kucing yang telah dikuburnya itu juga mengikuti Sa’bolong ke mana pun ia pergi.

Sa’bolong terus berjalan. Setibanya di lembah ia menanam biji Semba, yang kelak dikenal sebagai kampung Semba. Setibanya di Rano, ia menanam biji langsat, dan sekarang kampung itu dikenal sebagai kampung Langsa’.

Sa’bolong terus saja berkelana melalui daerah Duri hingga tiba di wilayah bugis. Sa’bolong berpetualang dengan ayam jagonya dan menjadi pelopor judi sabung ayam di kampung Bugis.

Gara-gara menjadi penjudi, Sa’bolong menjadu sangat kaya. Konon katanya, setiap ayam yang dibawanya itu diadu, maka bergegaslah arwah kucing yang telah ditolongnya itu mencengkram leher lawan ayamnya. Demikianlah terus-menerus dilakukan arwah kucing itu setiap kali ayam Sa’bolong turun arena.

Ahh, dasar Sa’bolong karena sudah kaya timbullah niatnya untuk kembali. Bersama budak dan orang-orang yang mengikutinya, ia kembali tiba di kampung Rano. Namun orang-orang di sekitarnya malah menyambutnya dengan bersiap akan perang.

Karena diajak perang, maka diladeninya orang-orang itu dan Sa’bolong beserta kawanannya memenangkan pertarungan. Akibat perang itu, maka disepakatilah perjanjian (basse) antara daerah Rano dan daerah Buakayu.

Itulah sebabnya sampai hari ini ketika ada acara, selalu ada tanda perjanjian (basse). Isi perjanjiannya kurang lebih “jika ada acara dukacita di dua daerah tersebut akan datang hujan deras agar keluarga yang datang dari seberang tidak dapat kembali malam itu juga, sehingga kerinduan dan tali silaturahmi menjadi sangat erat, (iake den tau nasarak sa’pe tokumombongna, laleppan uai diong Sa’dan anna liu mali’na rara buku.)


Suatu hari, di siang bolong yang terik, Sa’bolong melihat seorang gadis bernama Tudang di tongkonan Ratte Buakayu. Tudang adalah gadis cantik keturunan bangsawan, sehingga ia “ditudang” kurang lebih artinya dilarang turun dari rumah.

Gadis ini punya pelayan yang lengkap. Ketika Sa’bolong melihat Tudang, ia jatuh cinta dan berniat menikahinya. Namun Tudang memberi satu syarat. “Syaratnya apa?” tanya Sa’bolong. “Pandanglah ke atas pohon mangga itu! Ada sebuah mangga yg sudah masak dan kelihatan sangat lezat”, balas Tudang menunjuk ke samping rumahnya.

Tudang melanjutkan syaratnya, “saya bersedia kau nikahi, apabila kamu berhasil mengambilkan mangga tersebut, tetapi dengan catatan harus dipanjat”. Padahal mangga tersebut tidak dapat dijangkau jika dipanjat karena berada di pucuk tertinggi.

Namun karena saking nekatnya, Sa’bolong menyetujui syarat tersebut dan memanjat mangga yang dimaksud. Naas banget, setelah Sa’bolong menggenggam mangga itu, tiba-tiba tangkai mangganya patah. Sa’bolong terjatuh lalu mati.

Melihat Sa’bolong sudah mati, maka bergegaslah arwah Lautang (bombo orang yang pernah ditolongnya) melangkahi mayat Sa’bolong sebanyak tiga kali.

Sungguh ajaib bin ajaib, Sa’bolong hidup kembali. Melihat Sa’bolong hidup kembali, arwah tersebut berkata “engkau sudah hidup kembali maka hutang saya pun sudah lunas.” Arwah kucing juga berpesan, “engkau sudah kaya, maka lunas pulalah hutangku”. Konon arwah Lautang dan arwah Kucing bersamaan menghilang dari pandangan Sa’bolong.

Sejak ditinggal kawan arwahnya, maka mulailah Sa’bolong hidup normal dan menikahi Tudang. Setelah menikah dgn Tudang, Sa’bolong mendirikan tongkonan di kampung bernama Pararra’ di Buakayu.

sumber cerita

Papa Neli (To buta), Ambe Cinta, Kila’ Leso, Pdt. Suleman Allolinggi, M.Th.

Diceritakan ulang oleh Daniel Ta’dung

Editing: Sumartoyo

  • Batu yg menjadi latar foto di atas, itulah batu prasasti tempat dikuburnya seekor kucing.
  • penulis salah satu keturunan dari Sa’bolong
  • cerita digali selama pendampingan di Bonggakaradeng. Tentu pasti ada versi yg berbeda.
    Banyak hal yg dapat dipelajari dari cerita ini. Jika berkenan, tulis di kolom komentar.

Spread the love

3 komentar pada “Legenda Petualangan Sa’bolong

  • Daniel

    Sa’bolong sang pelawan takdir. Sudah tahu ia akn mati di usia muda tp tdk pernah menyerah untk berjuang

    Balas
  • Dan

    Sabolong sang pelawan takdir

    Balas
    • Tad

      Krn sekalipun thu klu ia akan mati, tp berjuang terus

      Balas

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *