Opini

SKEMA POLITIK TRANSAKSIONAL PADA PEMILU 2024

Spread the love


OLeh: Herson Raya Belo

AGUPENAOPINI, Pemilu legislatif pada tahun 2024 menjadi salah satu momentum penting bagi masyarakat Indonesia untuk menentukan wakil-wakil mereka di parlemen. Selain itu, pemilu ini juga menjadi ajang untuk memilih partai politik yang akan memimpin negara dalam jangka waktu lima tahun ke depan. Dalam konteks politik Indonesia, terdapat skema politik transaksional yang menjadi sebuah fenomena yang tak dapat dihindari dalam pelaksanaan pemilu. Skema ini biasanya mengarah pada praktik politik yang tidak sehat, seperti politik uang, politik identitas, dan praktik korupsi yang melibatkan para elite politik.

Skema politik transaksional dapat diartikan sebagai sebuah mekanisme politik yang dilakukan oleh para pemimpin politik untuk mempertahankan dan memperluas kekuasaannya. Dalam konteks pemilu legislatif, skema ini sering kali terjadi dalam bentuk tawar-menawar dukungan politik antara partai politik dengan calon legislatif atau partai politik dengan partai politik lainnya. Dalam skema politik transaksional, kesepakatan politik dilakukan secara tersembunyi dan tidak transparan sehingga para pemilih tidak mengetahui secara jelas apa yang menjadi tujuan dari para elite politik tersebut.

Salah satu praktik politik yang seringkali terjadi dalam skema politik transaksional adalah politik uang. Praktik ini dilakukan oleh partai politik dan calon legislatif dengan memberikan uang atau hadiah kepada para pemilih sebagai cara untuk memenangkan pemilu. Sebagai akibatnya, calon legislatif yang terpilih tidak didasarkan pada kualitas dan kapabilitas mereka sebagai wakil rakyat, melainkan didasarkan pada kemampuan mereka untuk memberikan uang kepada para pemilih. Praktik politik uang ini juga mengarah pada meningkatnya tingkat korupsi di Indonesia, karena calon legislatif yang terpilih cenderung lebih fokus pada pengembalian investasi yang dilakukan selama kampanye daripada pada pelayanan publik yang seharusnya menjadi fokus mereka.

Selain politik uang, skema politik transaksional juga seringkali melibatkan politik identitas. Praktik politik identitas dilakukan oleh para partai politik dengan mengadopsi isu-isu yang sensitif seperti agama, suku, dan etnis sebagai cara untuk memenangkan pemilu. Praktik ini seringkali dilakukan dengan cara memanipulasi isu-isu tersebut sehingga mendapat dukungan dari massa yang beragama atau berasal dari suku dan etnis tertentu. Praktik politik identitas ini menimbulkan polarisasi dan konflik di dalam masyarakat Indonesia, karena memperkuat identitas suku atau agama tertentu dan mengecilkan peran masyarakat dalam memilih calon berdasarkan kualitas dan kapabilitas.

Skema politik transaksional juga seringkali melibatkan praktik korupsi yang dilakukan oleh para elite politik. Praktik korupsi ini dilakukan dengan cara memberikan suap atau hadiah kepada para pejabat pemerintahan atau aparat keamanan sebagai cara untuk memenangkan pemilu. Cara-cara ini menimbulkan dampak signifikan terhadap kepercayaan publik yang dapat menurunkan tingkat partisipasi publik dalam proses pemilu.

Pada pemilihan legislatif 2024, skema politik transaksional diprediksi akan kembali marak terjadi. Hal ini terutama disebabkan oleh kondisi ekonomi yang masih terpuruk akibat pandemi Covid-19. Dalam situasi seperti ini, masyarakat akan cenderung lebih memilih para calon legislatif yang menawarkan bantuan finansial atau lainnya untuk memperbaiki kehidupan mereka.

Salah satu cara untuk menghindari skema politik transaksional adalah dengan memberikan pendidikan politik yang baik kepada masyarakat. Dengan meningkatkan pemahaman masyarakat tentang pentingnya memilih calon legislatif berdasarkan kualitas dan program yang diusung, bukan hanya berdasarkan tawaran uang atau barang, maka skema politik transaksional dapat diminimalisir. Partai politik dan calon legislatif dapat melakukan kampanye yang lebih berfokus pada penjelasan program dan visi misi yang diusungnya, sehingga masyarakat dapat memilih dengan bijak.

Selain itu, partai politik dan calon legislatif juga dapat melakukan pengawasan internal terhadap praktik politik yang dilakukan oleh anggota partai atau tim kampanye mereka. Dalam hal ini, partai politik dapat membuat peraturan internal yang mengatur larangan bagi anggota partai untuk memberikan tawaran uang atau barang kepada masyarakat sebagai cara untuk memperoleh dukungan politik. Baik keterlibatan partai politik untuk dapat secara konsisten memberikan sanksi kepada kader-kadernya yang terlibat dalam praktik politik transaksional, juga peran aktif Bawaslu dalam tupoksinya mengawasi pemilu sangat diharapkan dapat bekerja secara profesional dalaam memberantas praktik politik transaksional.

Redaksi


Spread the love

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *