Ekonomi

Analisa IMF: Tantangan Bank-Bank di Dunia 5 Tahun Ke Depan

Spread the love

AGUPENA – INTERNASIONAL, Dana Moneter Internasional (IMF) menilai dampak pandemi virus corona telah mempengaruhi sirkulasi keuangan perbankan sebagai akibat rendahnya daya serap keuangan dan terpukulnya saham-saham mayoritas.

IMF dalam “Laporan Stabilitas Keuangan Global” terbarunya melaporkan telah memeriksa bank-bank di sembilan negara maju dan menemukan bahwa mereka akan berjuang untuk menghasilkan keuntungan selama lima tahun ke depan. Temuan IMF bahwa pasca pandemi coronavirus telah memaksa bank menerapkan tingkat suku bunga rendah.

Bank-bank akan berjuang memulihkan dirinya setidaknya hingga 5 tahun ke depan, sepanjang tidak melahirkan persoalan baru yang dampaknya sama yang ditimbulkan oleh pandemi virus corona.

Selanjutnya IMF mengungkapkan penghasilan bank sangat terpukul oleh guncangan ekonomi pandemi coronavirus. Beberapa bank terbesar di AS dilaporkan mengalami kerugian besar pada Q1 2020.

Sebagai fundamen atas analisis IMF seperti dilansir dari Bitcoin.com bahwa Indeks KBW Nasdaq Bank, sebuah indeks saham patokan sektor perbankan AS, telah turun 39 % sejauh tahun ini. Laba kuartal pertama Wells Fargo turun 90%, sementara laba JPMorgan Chase turun 70%. Bank of America, Citigroup, Goldman Sachs, dan Morgan Stanley juga melihat keuntungan mereka merosot. Namun, analis Oppenheimer Chris Kotowski menunjukkan bahwa bank belum mengambil kerugian kredit yang besar sehingga provisi besar mereka untuk kerugian pinjaman pada kuartal pertama tidak memiliki “substansi ekonomi.” Kerugian pinjaman yang signifikan diperkirakan terjadi pada kuartal kedua.

Proyeksi kedua bahwa Eropa belum sepenuhnya keluar dari kondisi ekonomi pasca pandemi. Sejak 1 Mei 2020 Bank sentral Eropa (ECB) menurunkan suku bunga pinjaman menjadi minus 1% yang akan diawali bulan Juni tahun ini. Presiden ECB Christine Lagarde saat itu memperingatkan bahwa ekonomi zona euro dapat menyusut sebanyak 12% tahun ini dan bahwa bentuk pemulihan apapun sangat tidak pasti. 

IMF juga melaporkan bahwa sejak April 2020  lebih dari 100 negara telah menyetujui peminjaman kepada IMF. Mereka juga telah mengumumkan resesi global, yang memprediksi krisis global terburuk sebagai Depresi Hebat dengan perkiraan kerugian kumulatif terhadap PDB global sekitar $ 9 triliun.

Namun kekhawatiran IMF terhadap nasib perbankan di Amerika dan Eropa berbeda dari yang diungkapkan oleh David P. Goldman Ekonom Amerika yang berpendapat, Asia sudah muncul sebagai zona ekonomi yang terintegrasi erat dengan Uni Eropa, dan semakin kedap terhadap guncangan ekonomi Amerika Serikat atau Eropa. Analisa
Goldman mengacu kepada data harian Google tentang mobilitas tempat kerja – dengan melacak lokasi  smarphone   untuk menentukan jumlah orang yang pergi bekerja. Ia meyakini, data tersebut sejauh ini merupakan data yang paling akurat dan terbaru tentang kegiatan ekonomi.

Jepang, Vietnam, Taiwan dan Korea Selatan, disusul beberapa negara ASEAN telah memulai aktivitas ekonomi untuk memulihkan beberapa sektor rill yang diharapkan mampu menopang pergerakan ekonomi Asia di awal melemahnya bencana pandemi.

Sementara China telah bangkit, Bank sentral China, People Bank of China (PBoC) memberikan dukungan melalui kebjakan moneter dan menjaga stabilitas sistem keuangan mereka dengan menurunkan suku bunga bank sebesar 50-100 bps, serta menggelontorkan 350 milyar Yuan untuk mempercepat pertumbuhan UKM dan industri kecil vital di negara itu.

Kontributor: Sumartoyo


Spread the love

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *