OpiniPendidikan

SKENARIO CERDAS HOME SCHOOLING MULTI TOUCH; Belajar di Rumah dengan Berbagai Sentuhan

Spread the love

Penulis: Sumartoyo, S.Pd., M.Si.

AGUPENA – ARTIKEL PENDIDIKAN,   Hampir dua bulan berlalu peserta didik harus beristirahat di rumah karena massifnya penyebaran virus corona (covid-19) yang merata di seluruh wilayah NKRI. Melalui kebijakan Kementrian Pendidikan Nasional pada tanggal 24 Maret 2020, Mendikbud Nadiem Makarim mengeluarkan Surat Edaran Mendikbud nomor 4 tahun 2020 tentang Pelaksanaann Kebijakan Pendidikan dalam Masa Darurat Penyebaran Coronavirus Disease (Covid-19). 

Dalam poin 2 surat edaran tersebut dijelaskan, Proses Belajar dari Rumah dilaksanakan dengan ketentuan sebagai berikut:

1.     Belajar dari Rumah melalui pembelajaran daring/jarak jauh dilaksanakan untuk memberikan pengalaman belajar yang bermakna bagi siswa, tanpa terbebani tuntutan menuntaskan seluruh capaian kurikulum untuk kenaikan kelas maupun kelulusan. 

2.     Belajar dari Rumah dapat difokuskan pada pendidikan kecakapan hidup antara lain mengenai pandemi Covid-19. 

3.     Aktivitas dan tugas pembelajaran Belajar dari Rumah dapat bervariasi antarsiswa, sesuai minat dan kondisi masing-masing, termasuk mempertimbangkan kesenjangan akses/ fasilitas belajar di rumah. 

4.     Bukti atau produk aktivitas Belajar dari Rumah diberi umpan balik yang bersifat kualitatif dan berguna dari guru, tanpa diharuskan memberi skor/ nilai kuantitatif.

    Bervariasinya fasilitas, SDM, dan keterdukungan dari orang tua, guru dan pemerintah setempat menjadi kunci keberhasilan belajar di rumah. Fasilitas pembelajaran di kota yang umumnya menggunakan teknologi daring tentu tidak sama dengan yang ada di desa yang tidak memiliki akses internet. Begitu pun SDM (sumber daya manusia) tenaga pengajar menjadi domain yang ikut menentukan keberhasilan anak belajar di rumah. Guru dipaksa untuk mengeluarkan pengalaman metodologi mengajar jarak jauh atau ketika harus mengunjungi rumah siswa satu persatu bukanlah pekerjaan manis yang enak didengar dan dilakukan karena mempertimbangkan banyak faktor. Dimensi lain yang menyangkut ketedukungan dapat dilihat dari ketersediaan dana, peralatan, atau media pendukung lainnya. Rasanya mustahil dalam kondisi resesi saat ini uang harus digelontorkan sementara kebutuhan hidup pun mendesak. Baik orang tua, guru berikut pemerintahnya sama-sama berada dalam zonasi ketergantungan terhadap kompleksnya problematik yang ditimbulkan oleh serangan covid-19.

Desain tentang belajar di rumah atau lebih kerennya dapat disamakan sebagai Homeschooling sudah pernah dibakukan melalui Permendikbud 129 tahun 2014 ketika Mohammad Nuh masih menjabat sebagai Kemendikbud. Dikatakan pada saat itu homeschooling adalah inovasi pendidikan yang tidak boleh dipandang sebelah mata, sebuah terobosan di luar sistem pendidikan formal yang memusatkan studi nonformalnya pada individu-individu pembelajar yang terbatas secara finansial, ruang, dan kondisi lainnya yang sangat tidak memungkinkan. Payung hukum sekolah rumah secara yuridisial adalah menegakkan 5 pokok peraturan yang diatur pada permen 129 agar mendapatkan pengakuan hukum bahwa sekolah rumah pun pada akhirnya dapat sejajar dengan pendidikan formal. 

Studi komparatif pernah dilakukan di Amerika Serikat oleh praktisi dan ilmuwan pendidikan Brian D. Ray dari Oregon State University yang mengatakan, “Anak yang belajar di rumah biasanya mendapat nilai di atas rata-rata dalam tes SAT dan ACT sebagai persyaratan untuk masuk perguruan tinggi, sehingga semakin banyak siswa yang diterima oleh perguruan tinggi.“ Brian adalah Peneliti dari Lembaga Pendidikan Rumah Nasional yang merupakan saksi ahli tentang homeschooling. Penelitiannya tentang keberhasilan praktek homeschooling sudah diterbitkan dalam jurnal penelitian berjudul “Home School Researcher”. 

Menyimak sejenak pengantar di atas maka ada baiknya kita tidak bermain-main atau menganggap sepele pengalaman belajar di rumah untuk anak didik. Rumah menyimpan rahasia belajarnya yang harus diungkap melalui tindakan belajar yang variatif dan inovatif. Rumah sebagai tempat ternyaman bagi anak menyimpan sejarah dan kenangan yang tidak akan terlupakan, dan bahkan menjadi sumber inspirasi yang membuatnya protektif, bertahan dan berkembang di dunia yang liar dan bebas tanpa kekurangan nilai-nilai positif sedikitpun.

Dengan berbagai kemungkinan skenario yang pernah terlupakan, pada hakikatnya sesuai dorongan dari Nadiem Makarim, maka guru dan orang tua dapat menemukan dan mendesain sendiri skenario belajar di rumah tanpa harus berpegang teguh pada aturan-aturan kepengawasan non dinamika atau pada keterbatasan sumber daya. Belajar itu gratis dan murah setelah mengetahui konsep dasar belajar di rumah. Sebab di rumah anak-anak belajar menumbuhkan kodratnya bersama orang tua dan nilai-nilai sosial budaya yang tertanam dari awal dan akan terus mewarnai kehidupannya selama nilai-nilai itu tidak sirna.

Belajar di rumah dengan berbagai sentuhan ibarat guru adalah seekor laba-laba dengan 8 kaki yang berpijak pada delapan penjuru atau seperti seekor gurita dengan tentakel-tentakelnya yang dapat melihat kepada keseluruhan dimensi ilmu. Di rumah, anak didik dapat belajar lebih dari apa yang mereka temukan di sekolah. Oleh karena itu dalam artikel ini mari renungkan 8 hal penting bagaimana belajar di rumah dapat menyentuh hal-hal pokok di seputar kebutuhan pendidikan anak yang dapat dilakukan oleh guru dengan bantuan daring maupun dengan tatap muka dari rumah ke rumah: 

Praktik Nyata Nilai Kekeluargaan

Praktik nyata nilai kekeluargaan didapatkanya dari kasih sayang ayah, ibu dan saudara-saudara serta sanak keluarga besarnya. Di sekolah mereka menemukan nilai kekeluargaan dari sistem pertemanan dan model edukasi yang diterapkan di sekolah masing-masing hanyalah sebagai pelengkap. Skenario belajar pada domain ini adalah mengorganisasikan anak untuk melaporkan secara tertulis kegiatan-kegiatan keluarga yang menumbuhkan sikap kekeluargaan. Seperti bagaimana mereka menghargai kedua orang tua, menghormati yang lebih tua, dan cara-cara yang mereka lakukan untuk menumbuhkan semangat kekeluargaan.

Ikut Andil dalam Aksi Gotong Royong Keluarga

Ikut andil dalam aksi gotong royong keluarga (kerjasama) adalah cerminan nilai kekeluargaan, terwujud secara otomatis dalam lingkungan keluarga. Nilai ini umumnya berbeda dengan yang terjadi di lingkungan sekolah, anak mau bekerja secara bersama-sama setelah mendapatkan perintah atau mendapatkan stimulus dari guru-gurunya. Skenario penting yang harus diperhatikan pendidik untuk ranah ini adalah bagaimana anak bersikap terhadap tugas-tugas rumah yang wajib mereka lakukan, unsur keterbukaan, dan persepsi anak, yang kemudian dituangkannya dalam laporan singkat. Contoh paling sederhana dari gagasan ini adalah anak diminta untuk menjelaskan bagaimana cara mereka bersama orang tua dalam pelaksanaan membersihkan rumah. 

Menilik Nilai-Nilai Moralitas Anak

Nilai-nilai moralitas pada dasarnya sudah ditanamkan sejak dini dalam diru anak, lahir dari kewaspadaan orang tua saat anaknya mulai mengenal bahasa orang dewasa, lika liku pergaulan, dan ancaman sosial lainnya. Di sekolah guru hanya melengkapi melalui dasar keilmuwan dan atas dasar/konsep disiplin ilmu serta pengabdian. Bagaimana mengukur bahwa moralitas telah ditumbuhkan di rumah? Pada jenjang ini guru penting berbicara dengan orang tua via daring atau telepon. Skenario belajar didasarkan pada menumbuhkan kejujuran dan tanggung jawab anak terhadap perilaku buruk yang harus ditolak, dan menggantikannya dengan aktivitas positif di lingkungan rumahnya. Mereka dapat melukiskannya dengan sebuah cerita yang menarik atau dalam bentuk catatan harian sederhana.

Bagaimana Nilai Spiritualitas Mereka Bertumbuh?

Mempertahankan dan menumbuhkan nilai spiritualitas adalah tanggung jawab utama orang tua (perintah Tuhan secara langsung kepada orang tua) adalah dimensi perekat untuk semua nilai yang dipelajari oleh anak. Di sekolah, guru agama hanya membantu mengarahkan dan menguatkan agar anak semakin kompleks mengenal kebaikan dan rencana Tuhan untuk hidupnya. Beberapa pertanyaan dasar yang dapat digali: Berapa kali anak berdoa dalam sehari? Adakah mereka membaca kitab agama mereka? Sudahkah beribadah bersama keluarga? Bagaimana guru merunut kompetensi dasar dan menghubungkannya secara nyata dengan kegiatan spiritual yang dilakukan anak di rumah? Pertanyaan-pertanyaan itu adalah bagian kecil dari skenario belajar “menemukan maksud Tuhan di balik bencana pandemi covid-19”. Buatlah skenario belajar yang mencatatkan mereka kepada perjalanan spiritual yang kontemporer. 

Kolaborasikan Pengetahuan dan Sains

Pengetahuan dan sains yang bertumbuh dari rumah memang bergantung pada SDM orang tua, tidak semua orang tua memiliki kualifikasi keilmuan, namun tidak sedikit yang berkualifikasi malah larut pada kesibukan lain, melupakan perhatiannya pada anak. Namun demikian guru dapat mengambil alih hal-hal unik yang dapat anak lakukan di rumah adalah tindakan yang sama ketika mereka berada di sekolah. Pendekatan saintifik dan seperangkat model belajar bisa dipraktekkan secara sederhana namun dapat mengukur kemampuan anak memecahkan masalah. Sebagai contoh penerapan Mapel Matematika – IPA Terpadu – Muatan Lokal – dan  Bahasa Indonesia (include pemodelan): peserta didik diminta membuat kebun percontohan yang berisi tumbuhan cabe, jagung, tomat, dll., pada tanah subur berukuran 2 x 2 meter. Studi eksperimennya: peserta didik mengukur tinggi dan kecepatan tumbuh tiap tanaman setiap hari atau tiap minggu, membuat klasifikasi cepat lambatnya tumbuh, membuat rentang waktu dan skala, dll., memberikan perlakukan berbeda untuk tanaman yang dipupuk dan yang tidak, mengamati perilaku tanaman terhadap pengaruh suhu dan cuaca, hingga melaporkannya secara tertulis sebagai laporan bacaan atau laporan eksperimen. Kombinasi belajar seperti di atas adalah contoh praktis pemanfaatan sains dan korelasinya dengan sub disiplin ilmu lainnya yang dapat dimanfaatkan secara bersamaan.

Ajarkan Anak Pentingnya Ekonomi Sosial

Anak didik di rumah perlu mendapatkan pembelajaran ekonomi pasca pandemik covid-19. Pengeluaran ekonomi sebelum dan pasca pandemik adalah pengetahuan yang perlu dibagi oleh orang tua kepada anak-anaknya agar mereka mengetahui porsi kebutuhan ekonomi yang harus ditanggung oleh keluarganya dalam masa-masa sulit tersebut. Dari pengalaman itu  mereka akan belajar tentang konflik ekonomi, penghematan, dan perubahan perilaku sosial akibat imbas pandemik. Sedangkan untuk anak dengan orang tua yang mampu, maka sudah saatnya ajari mereka untuk belajar memberi bagi teman-temannya yang saat ini berkekurangan karena orang tua mereka kehilangan kesempatan bekerja. Di sinilah pembelajaran sosial terjadi dengan cara yang luar biasa ketika guru-guru dengan tingkat kreatifitas dan kepedulian yang tinggi membuat skenario belajarnya.

Hidup Sehat dan Perangi Covid-19 

Hidup sehat adalah kewajiban yang harus dilakukan oleh setiap orang. Terlepas dari cara hidup sehat yang mereka dapatkan di sekolah, anak didik di rumah kini mendapatkan pengetahuan baru tentang cara virus corona menyebar dan membuat kematian bagi banyak orang di seluruh dunia. Perlu dipahami bahwa dunia anak bukanlah dunia yang dibangun dari rasa kepanikan seperti yang dialami oleh banyak orang dewasa saat ini. Mereka secara psikologis pada dasarnya tidak peduli dengan kejadian luar biasa ini. Jangan biarkan mereka hanya mendengar bencana ini, ajaklah  mereka dalam skenario belajar untuk mencegah dan melawan penyebaran covid-19. Ikuti instrument yang telah dibagi oleh Satgas Covid-19 dan arahkan mereka menjadi pengamat dan pelaku hidup sehat. Bahkan ketika mereka berani menegur orang dewasa agar menggunakan masker adalah hal mulia yang mereka lakukan terhadap perang melawan corona. 

Bangkitkan Kreatifitas Tidak Terduga 

Sekali lagi rumah menyimpan rahasianya sendiri. Ibarat alam semesta yang tidak terjangkau, rumah sebagai sumber awal pembelajaran perlu dieksplorasi oleh anak hingga mereka menemukan hal-hal baru. Arahkan mereka pada skenario belajar yang memancing keingintahuan yang luas, tentang hal-hal baru yang dapat diamati dan kembangkan menjadi laporan yang menyenangkan. Tertawa sekalipun adalah eksplorasi terhadap wajah dan kegembiraan yang dapat dilacak, anak-anak dapat melukiskan rasa bahagia menurut pemahaman mereka. Pada domain ini mereka dapat bercerita tentang apa saja dan orang tua menjadi penyeimbang yang tepat, memposisikan diri dengan anggukan, tanda bahwa orang tua setuju pada pencarian anak. 

Tantangan terbesar yang dialami oleh guru dalam manifestasi profesionalismenya pasca pandemic covid-19 bahwa pada kenyataannya kondisi anak didiknya kini berbeda menurut keadaan masing-masing orang tuanya. Pemerintah melalui jalur birokrasi dan sistem kepengawasannya menginginkan konteks belajar di rumah diwujudkan dengan berbagai cara, namun ada hal-hal yang memilukan yang harus dihadapi oleh guru, yakni ketika guru harus menemukan kenyataan bahwa seorang anak didiknya harus ikut menahan lapar bersama orang tuanya. Problematik ini sudah dipastikan mematikan skenario belajar model apapun.

Fakta itu pula tidak sedikit dialami oleh guru-guru dengan status honorer. Rasanya keadilan tidak seimbang, sebab ASN ataupun honorer memiliki tugas yang sama untuk mencerdaskan anak didik, sementara yang terjadi pada saat ini adalah banyak guru honorer yang terhimpit masalah ekonomi akibat dampak domino covid-19. Tentu hal ini menjadi tugas pemerintah dan link sektornya agar memikirkan sumber penghasilan lainnya untuk guru, misalnya Kemendikbud menggelontorkan BLT khusus bagi guru honorer yang serius melaksanakan kewajibannya untuk anak didiknya, yang dibuktikan dengan portofolio belajar anak dan laporan penilaian berbasis kualitatif. Sedangkan untuk guru ASN yang telah memiliki gaji tetap, juga diwajibkan melakukan hal yang sama sebagai bukti pembelajaran berbasis di rumah dilaksanakan guru ASN dengan sungguh-sungguh.

Menutup artikel ini, penulis berharap belajar di rumah dengan berbagai sentuhan pada akhirnya mendorong siapapun yang berkewajiban membelajarkan anak didik di rumah. Tidak harus guru dan tidak harus orang tua, siapapun yang memiliki kesannggupan dan sumber daya dapat berkontribusi dari kecil ke besar terhadap misi ini. Pendekatan skenario belajar ini hanyalah kepingan kecil dari domain skenario yang lebih besar dan efektif. Oleh karena itu di Hari Pendidikan Nasional yang jatuh pada 2 Mei 2020 hari ini penulis ingin mengobarkan semangat kepedulian dan ketulusan untuk berbagi keilmuan demi tetap di garda terdepan menjamin anak-anak bangsa tidak kehilangan nilai-nilai kehidupan setetespun. NKRI Harga Mati.

Selamat Hari Pendidikan Nasional 2 Mei 2020

Tentang Penulis:

Guru Mapel Bahasa Indonesia, Sastrawan, Aktivis dan Praktisi Pendidikan, Anggota Jurnalis HIPSI Sulsel, Wakil Ketua Agupena (Asosiasi Guru Penulis Indonesia) Cab. Tana Toraja dan Penyedia Layanan Menulis Cuma-Cuma pada web. agupenatanatoraja.org , Pengurus dan Tenaga Ahli di BKNDI (Badan Komunikasi Nasional Desa Se-Idonesia) Cab. Tana Toraja, Sekertaris DPD KPRI 1 Tana Toraja, dan Pendiri Komunitas Kopi Bejo Group.

Sumber foto ilustrasi: kompasiana.com dan pulsk.com


Spread the love

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *