JurnalistikKejadian

Ibu Yuli yang Sempat Kelaparan Dua Hari Akhirnya Meninggal Dunia

Spread the love

AGUPENA – NASIONAL, Bung Karno pernah berkata: “Di rumah gubuk si miskinlah roh Tuhan bersemayam”. Kisah pilu harus dialami Yuli Nur Amaliah (42) warga Kelurahan Lontarbaru, Kecamatan Serang, Kota Serang bersama suami dan 4 anaknya harus menahan lapar selama dua hari dengan hanya minum air galon saja.

Ibu Yuli pasrah karena tidak memiliki uang terlebih sang suami hanya seorang pekerja serabutan mencari barang bekas dengan honor harian antara 25 – 30 ribu rupiah. Penghasilan itu otomatis hilang di kondisi pandemi covid-19.

Kisah yang sempat viral di media sosial beberapa waktu lalu ini akhirnya direspon oleh berbagai pihak. Bantuan beras dan sembako lainnya datang dari berbagai pihak yang merasa peduli.

Yuli Nur Amalia ibu miskin di Kota Serang saat dikunjungi Muji Rohman, Anggota DPRD Kota Serang, Sabtu, 18 April 2020.(BantenHits.com/ Mahyadi)

Namun, disaat bantuan dan perhatian orang terjurus padanya, tiba-tiba Ibu Yuli dikabarkan meninggal dunia, Senin (20/4), ia meninggal pada sore sekitar pukul 15:30 WIB saat berada di Puskesmas Kota Serang saat diketahui pingsan dan dilarikan ke puskesmas.

Sebelum itu, saat didatangi kondisi Ibu Yuli masih sehat namun terlihat lemah, walau semangatnya masih ada dan terharu karena bantuan datang di saat keluarga mereka sangat membutuhkan.

Cerita Ibu Yuli bahwa dirinya sudah meminta bantuan RT setempat, tetapi bantuan yang dimaksud belum datang, padahal Ibu Yuli sudah menceritakan kondisi keluarganya yang kelaparan.

Tragedi yang dialami keluarga Ibu Yuli ini menjadi pelajaran berharga tentang pentingnya berkorban dan berbagi. Hal itu ditegaskan oleh Birgaldo Sinaga seorang relawan covid-19, aktivis dan sekaligus penulis yang meminta orang-orang di setiap kota agar jangan membiarkan ada lagi orang yang mati karena kelaparan.

“Tidak ada gunanya engkau menengadah bersembah sujud ke hadirat Tuhan jika wajah2 yang mengiba lirih seperti Ibu Yuli itu engkau tidak pedulikan”, lirihnya.

“Suara Tuhan ada pada suara lirih orang-orang yang lapar. Datanglah kepada mereka yang perutnya merintih pedih karena dililit lapar itu. Suapi mereka. Dekapi mereka. Di sanalah wajah Tuhan engkau temukan. Pada mereka yang miskin lapar dan tidak berpengharapan”, tutup Birgaldo sebagai perenungan yang dalam untuk yang terpanggil dalam misi kemanusiaan.

Kontributor: (ty)


Spread the love

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *